Istilah KLB mungkin merupakan hal asing bagi orang awam yang tidak berkecimpung dalam bidang konstruksi dan property. Namun istilah ini merupakan hal yang cukup sensitif bagi arsitek dan orang yang akan mengurus IMB.
Jadi, adanya KLB ini akan membatasi luas lantai yang bisa dibangun dalam sebuah wilayah. Hal ini nantinya akan menjadi penentu berapa jumlah lantai yang bisa dibangun.
Aturan KLB ini dibuat oleh pemerintah untuk dijadikan pedoman bagi masyarakat dan pelaku konstruksi untuk membangun gedung dengan tujuan untuk menghindari kekacauan tata kawasan.
Dalam tabel tersebut, dapat terlihat bahwa nilai KLB berkisar antara 0, 1, 1.5, 2, dst. Sebagaimana definisi dari KLB, nilai tersebut merupakan hasil perbandingan dari luas keseluruhan bangunan dengan luas tanah.
Sementara itu, jika suatu kawasan memiliki nilai KLB nol (0) artinya lahan yang berada di zona tersebut termasuk zona hijau yang dikhususkan untuk taman atau area yang diperuntukkan untuk ruang terbuka hijau. Jadi, lahan tersebut tidak untuk bangunan alias tidak boleh dibangun.
Baca juga : KDB (Koefisien Dasar Bangunan) : Definisi dan Cara Menghitung
Akan tetapi, ada peraturan dari pemerintah yang memberikan keleluasaan KLB dengan adanya Sistem Insentif-Disinsentif Pengembangan dan Sistem Pengalihan Nilai Koefisien Lantai Bangunan atau disebut sebagai Transfer Development Right (TDR). Kedua sistem tersebut memungkinkan pemilik bangunan untuk dapat menambah luasan lantai maksimum di dalam bangunan.
Peraturan yang mengatur kedua sistem ini secara lebih rinci dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Pedoman Rencana Detail Tata Ruang Kota, Dirjen Penataan Ruang DPU
http://bappedajakarta.go.id/
www.iai-jakarta.org
www.bluprin.com
KLB (Koefisien Lantai Bangunan) : Definisi dan Cara Menghitung |
Pengertian KLB
Dalam ilmu arsitektur, istilah KLB merupakan kependekan dari Koefisien Lantai Bangunan. KLB ini merupakan presentase hasil perbandingan antara jumlah seluruh lantai (dari lantai basement, lantai dasar dan lantai tingkat) dibagi dengan luas lahan yang tersedia.Jadi, adanya KLB ini akan membatasi luas lantai yang bisa dibangun dalam sebuah wilayah. Hal ini nantinya akan menjadi penentu berapa jumlah lantai yang bisa dibangun.
Penggunaan Aturan KLB
KLB ini akan menjadi hal yang sangat penting ketika membangun gedung tinggi (highrise). Dari KLB ini kita bisa memperkirakan seberapa tinggi sebuah gedung bisa dibangun dalam sebuah lahan.Aturan KLB ini dibuat oleh pemerintah untuk dijadikan pedoman bagi masyarakat dan pelaku konstruksi untuk membangun gedung dengan tujuan untuk menghindari kekacauan tata kawasan.
Contoh Detail KLB
Dari mana kita bisa mengetahui seberapa besar KLB ? Jawabannya adalah dari peraturan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang berlaku di daerah masing-masing. Berikut adalah contoh detail KLB dari RDTR yang dihimpun dari situs bappedajakarta.go.idContoh Data KLB |
Dalam tabel tersebut, dapat terlihat bahwa nilai KLB berkisar antara 0, 1, 1.5, 2, dst. Sebagaimana definisi dari KLB, nilai tersebut merupakan hasil perbandingan dari luas keseluruhan bangunan dengan luas tanah.
Contoh Hitungan KLB
Jika Anda memiliki lahan seluas 200 m2 dan lahan Anda tersebut berada di daerah dengan zona yang memiliki nilai KLB 1,2, maka artinya luas seluruh lantai yang diperbolehkan untuk dibangun dihitung sebagai berikut :Total Luas Lantai = Luas Lahan x KLBAnda Bisa Membanginya menjadi 2 lantai yang masing-masing luas maksimalnya 120 m2
Total Luas Lantai = 200 m2 x 1,2 = 240 m2
Jadi Luas lantai seluruhnya adalah 240 m2
Sementara itu, jika suatu kawasan memiliki nilai KLB nol (0) artinya lahan yang berada di zona tersebut termasuk zona hijau yang dikhususkan untuk taman atau area yang diperuntukkan untuk ruang terbuka hijau. Jadi, lahan tersebut tidak untuk bangunan alias tidak boleh dibangun.
Baca juga : KDB (Koefisien Dasar Bangunan) : Definisi dan Cara Menghitung
Sanksi dan Pengecualian
Bagaimana seandainya jika ada orang yang melanggarnya? Sebagaimana peraturan lainnya yang berlaku, pelanggaran terhadap peraturan KLB juga akan mendapatkan sanksi atau hukuman. Sanksi yang diberikan bisa berupa surat penarikan izin bangunan hingga dalam kasus ekstrim bisa terjadi pembongkaran bangunan.Akan tetapi, ada peraturan dari pemerintah yang memberikan keleluasaan KLB dengan adanya Sistem Insentif-Disinsentif Pengembangan dan Sistem Pengalihan Nilai Koefisien Lantai Bangunan atau disebut sebagai Transfer Development Right (TDR). Kedua sistem tersebut memungkinkan pemilik bangunan untuk dapat menambah luasan lantai maksimum di dalam bangunan.
Peraturan yang mengatur kedua sistem ini secara lebih rinci dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Referensi :
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 Tentang PedomanUmum Rencana Tata Bangunan dan LingkunganPedoman Rencana Detail Tata Ruang Kota, Dirjen Penataan Ruang DPU
http://bappedajakarta.go.id/
www.iai-jakarta.org
www.bluprin.com