Perkembangan kota di Indonesia sudah mulai berubah dari yang awalnya car-oriented menjadi kota yang mulai memprioritaskan pengguna sepeda dan pejalan kaki. Gading Serpong contohnya, merupakan suatu kawasan permukiman terpadu di Tangerang yang sudah melakukan usaha tersebut. Jalan-jalannya sudah dilengkapi dengan infrastruktur untuk pengguna sepeda seperti lajur khusus sepeda yang lebarnya sudah sesuai dengan standar yaitu 1,2 meter. 

Rendahnya Pengguna Lajur Sepeda di Kota Besar Indonesia: Apa Penyebabnya? (img by: Tee, David. 2022)
Rendahnya Pengguna Lajur Sepeda di Kota Besar Indonesia: Apa Penyebabnya? (img by: Tee, David. 2022)

Namun, berdasarkan penelitian dengan judul “Pengaruh Minimnya Konektivitas Terhadap Tingkat Penggunaan Lajur Sepeda di Ruas Jalan Scientia Boulevard” oleh David Tee, kelengkapan infrastruktur ini ternyata berbanding terbalik dengan jumlah pengguna lajur sepeda yang hampir tidak ada. Menurut peneliti, penyebab fenomena ini terjadi erat hubungannya dengan konektivitas lajur sepeda dengan fasilitas-fasilitas umum yang ada di area tersebut. Berikut merupakan dua faktor utamanya: 

Rendahnya Pengguna Lajur Sepeda di Kota Besar Indonesia: Apa Penyebabnya? (img by: Tee, David. 2022)


Rendahnya Pengguna Lajur Sepeda di Kota Besar Indonesia: Apa Penyebabnya? (img by: Tee, David. 2022)


Faktor Directness:

Faktor directness berkaitan dengan waktu tempuh yang dibutuhkan para pengguna sepeda untuk mencapai fasilitas-fasilitas umum yang dituju. Peneliti menggunakan perhitungan PRD atau Pedestrian Route Directness dengan membagi jarak yang dibutuhkan dengan lajur sepeda yang ada dengan jarak tarik garis dari titik awal ke titik tujuan. 

Lajur sepeda yang baik dan masuk ke dalam klasifikasi direct memiliki jangkauan nilai PRD 1,2 - 1,5, sedangkan lajur sepeda yang indirect memiliki jangkauan nilai PRD 1,6 ke atas. Hasil menunjukkan bahwa hanya 60% lajur sepeda di area ini yang sudah sesuai dengan standar, sedangkan 40% lainnya masih terlalu jauh dan menyebabkan waktu menuju fasilitas umum terlalu lama. 

Untuk memberikan perbandingan, peneliti juga membandingkan hasil tersebut dengan kota Den Haag di Belanda sebagai salah satu kota paling bike-friendly di dunia yang memiliki persentase directness 100% sesuai standar. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu alasan mengapa lajur sepeda di Gading Serpong rendah adalah lamanya waktu yang dibutuhkan para pengguna sepeda menuju fasilitas-fasilitas umum yang penting seperti rumah sakit, rumah ibadah, pasar, institusi pendidikan, dan fasilitas hiburan seperti taman.

Rendahnya Pengguna Lajur Sepeda di Kota Besar Indonesia: Apa Penyebabnya? (img by: Tee, David. 2022)
Rendahnya Pengguna Lajur Sepeda di Kota Besar Indonesia: Apa Penyebabnya? (img by: Tee, David. 2022)


Faktor Coherence:

Faktor kedua berkaitan dengan keterpaduan lajur sepeda saat menuju fasilitas umum tersebut. Maksud dari faktor ini adalah menunjukkan bahwa lajur sepeda tidak hanya sebatas “ditempelkan” saja ke ruas jalan,  tetapi juga perlu diperhatikan ada tidaknya lajur sepeda yang terputus, opsi lain menuju fasilitas umum tujuan, keterbebasan dari gangguan, dan kondisi lajur sepeda di persimpangan jalan. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 10% saja lajur sepeda yang sudah memenuhi aspek-aspek tersebut. Apabila kembali dibandingkan dengan lajur sepeda di kota Den Haag, Belanda, seluruh lajur sepeda di kota tersebut sudah memenuhi semua aspek dalam faktor coherence ini. Berikut merupakan penjelasan lebih lanjutnya:

1) Kontinuitas Lajur Sepeda

Rendahnya Pengguna Lajur Sepeda di Kota Besar Indonesia: Apa Penyebabnya? (img by: Tee, David. 2022)
Rendahnya Pengguna Lajur Sepeda di Kota Besar Indonesia: Apa Penyebabnya? (img by: Tee, David. 2022)

Pada Gading Serpong, lajur sepeda ternyata banyak yang terputus pada titik-titik tertentu. Hal ini menyebabkan berkurangnya keamanan pengguna sepeda karena harus bergabung dengan jalan yang digunakan oleh kendaran lain seperti dengan sepeda motor, mobil, dan truk besar. 

Hal tersebut menjadi permasalahan karena apabila salah satu saja bagian lajur sepeda terputus, network keseluruhan lajur sepeda akan terganggu dan menyebabkan pengguna sepeda sulit mencapai tujuannya. Sebagai contoh, perjalanan dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) menuju Rumah Sakit Bethsaida harus melalui dua buah titik putus.

2) Opsi Lajur Sepeda

Opsi lajur sepeda merupakan aspek yang cukup penting karena hal ini berkaitan dengan waktu tempuh pesepeda juga, apabila terdapat beberapa opsi rute lajur sepeda menuju fasilitas umum tujuan, maka semakin besar pula kemungkinan adanya opsi lebih cepat bagi pesepeda untuk mencapai tujuannya. 

Selain itu, hal ini juga berkaitan dengan keadaan pesepeda yang menggunakan sepeda sebagai moda transportasi atau sebagai bentuk olahraga/rekreasi. Apabila ada opsi, maka memungkinkan pesepeda untuk memilih rute yang lebih nyaman secara termal dan lebih menarik.

3) Gangguan pada Lajur Sepeda

Rendahnya Pengguna Lajur Sepeda di Kota Besar Indonesia: Apa Penyebabnya? (img by: Tee, David. 2022)
Rendahnya Pengguna Lajur Sepeda di Kota Besar Indonesia: Apa Penyebabnya? (img by: Tee, David. 2022)

Gangguan pada lajur sepeda mungkin menjadi hal yang tidak diragukan lagi sebagai penyebab malasnya orang-orang untuk menggunakan sepeda sebagai moda transportasinya. Gangguan-gangguan tersebut bermacam-macam, contohnya adanya proyek konstruksi pada lajur sepeda, lajur sepeda yang digunakan sebagai area parkir motor, mobil, bahkan PKL, dan gangguan lainnya seperti digunakan oleh kendaraan lain. 

Sebagai contoh, lajur sepeda yang berada di depan SMP Islam Al-Azhar 41, lajur sepeda digunakan oleh PKL sebagai area berjualan. Lajur sepeda juga menjadi area parkir banyak motor dan mobil.

4) Kondisi Lajur Sepeda pada Persimpangan Jalan

Rendahnya Pengguna Lajur Sepeda di Kota Besar Indonesia: Apa Penyebabnya? (img by: Tee, David. 2022)
Rendahnya Pengguna Lajur Sepeda di Kota Besar Indonesia: Apa Penyebabnya? (img by: Tee, David. 2022)

Persimpangan jalan merupakan hal yang cukup menyeramkan bagi pesepeda untuk diseberangi. Ditambah lagi dengan luas jalan yang cukup lebar meningkatkan kemungkinan bagi pesepeda untuk mengalami kecelakaan. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengatakan bahwa seluruh persimpangan di area ini tidak memiliki lajur sepeda yang menghubungkan sisi yang satu dengan sisi lainnya. Beberapa persimpangan bahkan memiliki lajur sepeda yang terputus. 

Jika dibandingkan dengan kota Den Haag, kota ini dilengkapi dengan lajur khusus pada persimpangan, ditambah lagi dengan adanya lampu lalu lintas khusus untuk pesepeda yang memberikan waktu khusus bagi pesepeda untuk menyeberang jalan tanpa terganggu keamanan dan kenyamanannya oleh jenis kendaraan lainnya. 

Dari artikel ini, dapat kita ketahui bahwa ternyata pemenuhan infrastruktur lajur sepeda tidak sebatas “menempelkan” atau “mewarnai” ruas jalan dengan warna hijau dan memberikan lambang sepeda. Ternyata ada aspek lain yang lebih mendalam yang perlu diketahui sebagai perancang kota, yaitu faktor directness dan coherence dalam membuat network lajur sepeda di sebuah area/kota. Apabila kedua aspek tersebut tercapai, masyarakat akan menjadi lebih terdorong untuk menggunakan sepeda sebagai moda transportasinya menuju fasilitas-fasilitas umum yang ada.

Demikian artikel yang bisa penulis sampaikan mengenai penyebab rendahnya pengguna lajur sepeda di kota-kota besar Indonesia. Artikel ini tak luput dari kesalahan-kesalahan dari informasi, tetapi penulis berharap artikel ini dapat menambah wawasan pembaca. 

Referensi:

  • Tee, D. (2022). Pengaruh Minimnya Konektivitas Terhadap Tingkat Penggunaan Lajur Sepeda di Ruas Jalan Scientia Boulevard. doi:10.13140/RG.2.2.17928.90884/1