Salah satu rumah adat yang menjadi warisan Arsitektur Vernakular Indonesia di Sulawesi Selatan adalah rumah adat Caile. Artikel ini akan menjelaskan mengenai rumah adat Caile yang terletak di Desa Pao Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.

Nilai Budaya pada Rumah Adat Caile di Desa Pao Sulawesi Selatan
Nilai Budaya pada Rumah Adat Caile di Desa Pao Sulawesi Selatan (img by : Nur, Haerani dkk. 2019)

Sejarah Rumah Adat Caile

Nama Rumah Adat Caile diambil dari bahasa Konjo yaitu "Assaile" yang berarti menoleh. Dipercaya setiap orang yang lewat akan menoleh ke rumah itu sehingga rumah ini diberni nama Rumah Caile. 

Merujuk pada sejarahnya, rumah adat Caile pertama kali dibagun oleh tokoh penting di sana yang bernama Dampangia pada tahun 1468 atau sekitar pertengahan abad 15 Masehi. Dampangia sendiri disebutkan merupakan orang yang datang dari luar desa. Rumah adat Caile ini adalah rumah pertama yang dibangun di wilayah itu.

Nilai-nilai yang terkandung pada Rumah Adat Caile

Perwujudan rumah adat Caile pada dasarnya bukan hanya sekedar warisan budaya fisik saja, tetapi juga menjadi jejak historis kerajaan Pao. Keberadaan rumah adat ini memberikan pengaruh signifikasn pada pola hidup masyarakatnya.

Seperti halnya pengaruh pada sistem kepercayaan masyarakat di sana. Kepercayaan masyarakat terhadap rumah adat Caile dapat kita lihat dari  berbagai bentuk upacara adat atau ritual yang dilaksanakan. Ritual ini sudah melekat dengan masyarakat dan telah dilaksanakan secara turun temurun sejak dahulu.

Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam rumah adat Caile sebagai salah satu warisan arsitektur lokal yang ikonik bagi masyarakat Pao serta memberikan banyak pengaruh pada pola hidup masyarakat setempat.  

Nur, Haerani dkk. (2019) menjelaskan bahwa bagi masyarakat di sana, Caile merupakan rumah yang suci, ketika orang-orang berdoa di tempat itu maka keinginan akan terkabul dan akan banyak orang yang berkunjung apabila niatnya sudah terkabul. Banyak ritual yang dilaksanakan di Rumah adat tersebut seperti mengadakan syukuran. Ketika masyarakat mendapat hasil panen yang melimpah, mereka akan mengadakan syukuran di Rumah Caile dengan membawa hasil panen mereka ke rumah tersebut.

Arsitektur Rumah Adat Caile

Secara garis besar, arsitektur rumah adat Caile terbagi atas tiga bagian utama. Bagian atas disebut dengan Ulu Bola, bagian tengah rumah disebut dengan Kale Bola atau badan rumah dan bagian bawah rumah disebut dengan Siring atau kolom rumah (Raodah 2012). 

Masing-masing bagian dari rumah adat akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Bagian Atas Rumah (Ulu Bola)

Bagian atap rumah disebut dengan Ulu Bola, memiliki rangka yang berbentuk prisma dengan memakai penutup bubungan yang disebut Timba’lajara. Pada Rumah Adat Caile, bagian Timba’lajara ini sebenarnya bertingkat lima dan menjadi penanda bahwa penghuni rumah itu adalah raja atau golongan bangsawan tinggi di masyarakat.

Di bagian bawah atap terdapat ruang yang disebut dengan Para. Bagian ini berfungsi sebagai plafon yang terbuat dari lantai bambu atau Te’de’. Dahulu pada masanya, bagian Para ini digunakan sebagai lumbung padi.

2) Bagian Badan Rumah (Kale Bola)

Bagian Badan rumah Caile disebut dengan Kale Bola memiliki ukuran panjang 11 meter dan lebar  9 meter. Bagian ini terdiri dari beberapa bagian lagi yaitu Sonrong ri Olo, ruang tamu, kamar dan Sonrong ri Boko dengan fungsi yang berbeda dari setiap ruang. 

Pada bagian dalam rumah adat Caile terdapat struktur lantai yang berbeda dari struktur rumah lainnya. Sebagian level lantainya dibuat lebih tinggi dari lantai yang lain. Lantai tinggi ini disebut dengan Sonrong yang dibuat khusus untuk tempat raja atau para tamu bangsawan ketika rapat bersama masyarakat. 

Nur, Haerani dkk. (2019) menyebutkan bahwa Sonrong pada rumah adat Caile ada dua, yaitu Sonrong ri Olo yaitu lantai depan dan Sonrong ri Boko yaitu lantai bagian belakang. Pada zaman kerajaan, Sonrong ri Olo ini adalah tempat duduk Puanta, sedangkan Sonrong ri Boko merupakan tempat duduk Puang Bongki atau pemangku adat dan para Gallarrang. 

Berbeda dengan masa sekarang, bagian Sonrong ini hanya digunakan ketika ada acara khusus misalnya acara pernikahan, para tamu khusus atau bangsawan yang akan diarahkan untuk duduk disana.

3) Bagian bawah rumah (Siring)

Bagian paling bawah Rumah Adat Caile disebut dengan Siring. Pada bagian ini terdapat tiang-tiang kokoh yang menopang badan rumah. Tiang-tiang  rumah adat Caile ini berjumlah sekitar 35 buah dan terbuat dari kayu raja dan kayu jati. 

Siring atau kolom rumah disebut juga sebagai bagian kaki rumah dari bagunan. Dikatakan sebagai kaki rumah karena ruangan tanpa dinding ini memiliki jumlah tiang yang banyak sehingga menyerupai kaki. Tiang penyangga ini berbentuk segi empat yang disangga oleh pondasi beton segi empat. 

Fungsi Siring rumah ini selain menjadi tiang penyangga, juga digunakan untuk pendukung segala aktivitas perekonomian penghuninya. Ruang antar kolom yang cukup luas dimanfaatkan menjadi tempat penyimpanan hewan ternak, tempat menyimpan peralatan pertanian, perkebunan, parkir kendaraan dan lain sebagainya

Peranan rumah adat Caile dari masa kerajaan hingga masa modern sudah cukup banyak mengalami pergeseran. Rumah adat Caile pada zaman dahulu berfungsi sebagai tempat pelantikan raja dan juga orang-orang yang dipercaya sebagai pelaksana tugas pemerintahan, namun pada masa sekarang, Caile tidak lagi menjadi tempat pelantikan raja.

Fungsi rumah adat Caile pada masa modern sekarang ini menjadi tempat tinggal keturunan dari Dampangia, sebagai museum kebudayaan yang menyimpan benda-benda peninggalan kerajaan, sebagai tempat mengenang peninggalan leluhur, sebagai warisan dan simbol kearifan arsitektur lokal setempat serta sarana untuk bersilaturahmi. 

Meskipun sudah tidak berfungsi seperti zaman dahulu, namun kelestarian arsitektur rumah adat Pao perlu dijaga dan dipertahankan. Keyakinan masyarakat yang masih ada pada kesakralan rumah adat ini membuat keberadaan rumah adat ini menjadi salah satu warisan budaya penting di desa Pao Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Demikianlah mengenai Rumah Adat Caile di Desa Pao Sulawesi Selatan, semoga bermanfaat dan dapat menambah wawasan. Masih sangat sedikit informasi tentang rumah adat ini, apabila pembaca ada yang memiliki foto atau informasi lebih dapat menghubungi admin via email.

Referensi :

  • Nur, Haerani., Syamzan Syukur, Mastanning. 2022. "Nilai Simbolik Rumah Adat Caile dalam Studi Budaya". Pusaka Jurnal Khazanah Keagamaan, Vol. 10, No. 2, 2022
  • Raodah, Raodah. 2012. “Balla Lompoa di Gowa (Kajian Arsitektur Tradisional Makassar).” Patanjala : Jurnal Penelitian Sejarah Dan Budaya 4(3):378.
  • Srimulia, M. I. 2019. “Rumah Adat Ballak Lompoa di Bontonompo Kelurahan Canrego Kecamatan Polongbangkeng Selatan Kabupaten Takalar.” Universitas Negeri Makassar.